Teng tong…
Kalau mendengar kata “Novel Ayat-Ayat Cinta” apa yang ada dalam
pikiranmu?
Fahri? Aisha? Wanita bercadar? atau poligami? Novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) pertama kali
diterbitkan pada tahun 2004 kemudian difilmkan tahun 2008 sambutan yang luar
bisa dari masyarakat Indonesia terhadap novel dan film AAC ini. Novelnya masuk
kategori best seller dengan penjualan
hampir 400 ribu ekslempar, filmnya sekitar 3 juta penonton. Hampir seluruh
bioskop-bioskop Indonesia pada saat itu kebanjiran penonton AAC.
Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy atau yang biasa
di panggil Kang Abik ini memberikan dampak positif terhadap keberadaan wanita
bercadar, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Mereka yang memberikan lebel negatif
terhadap wanita bercadar seperti; wanita ninja, pengikut aliran sesat, istri
teroris dan lain-lain, kini pemberian label tersebut sudah surut dengan
kehadiran novel AAC. Setelah AAC sukses, banyak film-film yang menggarap dengan
menampilkan tokoh wanita bercadar. Sejak itu pula film-film religi di Indonesia
menjadi laris.
Jujur saja Novel Ayat-Ayat Cinta 1 membuat saya jatuh hati pada sosok
Fahri, tingkah lakunya mencontoh Rasulullah, seorang hafidz, cerdas, disiplin,
ulet, baik hati, setia, tegas, taat agama, berjiwa sosial, juga pemberani.
Sosok Fahri memang terlalu sempurna sebagai ukuran manusia modern. Predikat luar bisa pada sosok Fahri, membuat
wanita yang mengenalnya menaruh harpan. Tak sedikit tokoh perfect Fahri dikritisi penikmat sastra.
AAC ini memberikan kisah romantisme yang berbeda dari novel/film-film
layar lebar pada umumnya. Kisah cinta yang dibalut dalam koridor syariat Islam,
cinta kepada manusia, juga cinta kepada Sang Pencipta. Dua belas tahun yang lalu
(Novel AAC), delapan tahun yang lalu (film AAC) menyedot perhatian masyarakat
Indonesia, kini Novel Ayat-Ayat Cinta Dua telah hadir.
Novel yang ditunggu-tunggu jutaan orang ini terbit pada bulan Desember
2015. Melihat bentuk fisik wow… tebal sekali, ada 698 halaman. Eemmm harga? Gak
sampai seratus ribuan kok.
Berbeda dengan AAC 1 berlatar Kairo, Mesir. Latar tempat AAC 2 di
Skotlandia, ia tinggal di kawasan Stoneyhill Grov. Sosok Fahri yang sempurna
dihadirkan lagi, bahkan jauh lebih sempurna, karena ia menikah dengan Aisah,
wanita kaya. Kini Ia memiliki usaha butik dan minimarket. Ditambah lagi Ia
bekerja di University of Edinburgh.
Tempat tinggal Fahri dikelilingi nonmuslim, bahkan sangat membenci
muslim. Beberapa kali mobil Fahri di coret dengan tulisan ISLAM=SATANIC! ,
MUSLIM=MONSTER. Tetangga Fahri, Nenek Catarina beragama Yahudi tinggal
sendirian di rumahnya. Fahri sempat beberapa kali mengantar nenek tersebut
untuk beribadah. Fahri memberikan contoh yang baik dalam hidup bertetangga,
walaupun tetangganya itu nonmuslim.
Awal membaca ayat-ayat cinta dua membuat saya bertanya-tanya di mana
Aisah. Fahri tinggal bersama paman Hulusi dan Misbah. Kerinduan Fahri kepada
Aisah teramat sangat, ia tak bisa melupakan wanita yang sangat dicintainya.
Kerinduan Fahri terhadap Aisah yang tak bertepi, datang sosok Hulya (sepupu
Aisyah). Hulya sangat mirip dengan Aisah, ketika mereka bertemu saat acara amal
untuk anak-anak Palestina, Hulya memainkan biola Aisah ia kagum kehebatan Hulya
hingga mengingatkan dia pada Aisah disitulah tetesan embun jatuh di hati Fahri.
Penuh emosi baca novel ini, apalagi dibagian akhir. Memang sangat
layak AAC ini disebut sebagi novel pembangun jiwa. Jiwa umat islam yang
terpengaruh arus globalisasi membuat jauh dari nilai-nilai agama dan sosial.
Isi novel ini begitu kompleks, unsur agama, budaya, dan sosial sangat kental
sekali. Bisa dibilang AAC 1 lebih banyak mengangkat kisah romantisme Fahri
dengan Aisah dan Maria. Pada AAC 2 lebih banyak mengangkat tentang bagaimana
seharusnya sikap maupun perilaku seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari
terlebih khusus bila tinggal di negara-negara dengan mayoritas nonmuslim.
Aisah, istri yang dirundu-rundukan Fahri ternyata telah hadir dalam
kehidupan Fahri di Stoneyhill Grov. Hanya saja Fahri tak tahu kalau itu Aisah.
Wajah Aisah yang anggun nan cantik berubah menjadi buruk. Ia menjadi
gelandangan, beruntunglah Fahri menolongnya. Ia tinggal di besment rumah Fahri.
Sabina, inilah nama samaran Aisah, dia menyembunyikan rapat-rapat identitas dan
masa lalunya. Tak disangka, Sabina yang merupakan Aisah memberi saran kepada
Hulya untuk menikah dengan Fahri.
Kang Abik menambahkan sosok perfect tokohnya, yakni Aisah.
Sabina/Aisah diminta Fahri untuk membantu segala keperluan Nenek Catarina, ia
sering dimarahi Paman Hulusi, dia juga merelakan Fahri untuk menikah dengan
Hulya. Hatinya terasa sedih tapi hanya Sabina dan Tuhannya saja yang tahu tentang
kesedihan itu. Sabina juga begitu tulus memberikan saran kepada Hulya agar
rumah tangganya dengan Fahri harmonis.
Antara Novel dengan Film
Novel Ayat-Ayat Cinta 2 sedang digarap untuk masuk layar lebar. Kalau kalian
pernah bca novel AAC 1 dan nonton filmnya, tentu agak sedikit kecewa, karena
banyak perbedaanya, dan banyak hal yang tak diangkat pula. Dengan ketebalan
buku mencapai 698 halaman kira-kira berapa jam kita menonton filmnya? Saya yakin
sekali film AAC 2 ini akan bernasib sama dengan AAC 1 antara novel dan film
beda.
Saya sarankan agar kalian membaca novel AAC 2 sebelum nonton filmnya. Apa
yang kalian baca jauh lebih dramatis dibandingkan filmnya. Setelah baca,
kembalilah ke dunia nyata. Buat kaum Hawa harus sadar bahwa sosok sempurna
Fahri hanya ada di Ayat-Ayat Cinta. Teruntuk kaum Adam, sosok ikhlas Aisah
hanya ada di Ayat-Ayat Cinta.
Salam sastra,
Ukhty Iza ^-^
Posting Komentar