(sumber gambar: lightpaintingphotography.com)
Gedung itu, bediri kokoh di bawah
sutet. Bersebrangan dengan tempatku bekarja, kantor PLN. Dulunya gedung itu
tempat pembungan sampah warga kompleks PLN kini diubah menjadi tempat anak
manusia menuntut ilmu. Kamu ada di sana, menjadi bagian dari kesuksesan mereka.
Kau datang saat sinar mentari mulai menyapa bumi, kau pulang saat sinarnya
kembali ke peraduan. Agak lelah aku melihatmu, tapi kau selalu
bersemangat.
Aku senang melihat gaya berpakaianmu.
Di tengah mode hijab yang aku sendiri bingung melihat wanita-wanita berhijab
dengan meliuk-liukan jilbabnya di kepala, tapi kau tetap berpakaian syar’i.
Jilbabmu panjang, lebar, pakaianmu juga tak membentuk lekukan tubuh. Kau begitu
cantik di mataku, apalagi kau orang yang periang. Selama 4 tahun aku
memperhatikanmu tak pernah kau terlihat murung di hadapan kawan-kawan dan
murid-muridmu, candaanmu membuat orang yang ada di sekitarmu tertawa. Aku yakin
kau sungguh menikmati hidup ini.
Aku selalu pulang lebih cepat
daripada kau, selalu pula menunggumu keluar dari gedung itu. Kau bagikan
matahariku, tampa melihatmu duniaku gelap. Namun Sore ini, jarum jam tepat diangka 6 aku belum melihat kau meninggalkan gedung itu.
Motor metic warna biru milikmu masih terparkir di sana, dan hanya motormu yang
ada di sana.
Aku mendekati gedung itu, aku
penasaran. Tampak kosong, sepi, hanya angin sore sedang bercengkrama dengan
daun pucuk merah. Langit jingga menuntun malam untuk datang “Ah, dimana kau,
mentariku?” seluruh pintu ruangan terkunci, tapi tunggu dulu. Aku belum masuk
ke lorong dekat perpustakaan, mungkinkah kau ada di sana? Nihil, seluruh
ruangan sudah ku telusuri, tapi kau tak nampak. “Allahuakbar Allahuakbar”
kumandang azan dari masjid dekat gedung ini. Baiklah pencarian akan ku lanjutkan
setelah sholat magrib.
Saat aku menuju masjid dan meninggalkan gedung
itu, kau sudah berada di motor meticmu. Kau menatapku. Ternyata sangkaanku tentang
dirimu adalah orang yang periang ternyata salah, matamu lebab, air matamu tak
bisa di bendung. Kau menangis, menangis
disaat gedung ini tak ada seorang pun kecuali kau. Aku juga masih ingat, 2 hari
lalu kau tepat berhenti di depan kantorku bersama sepeda motor meticmu kau
keluarkan secarcik kertas dari tasmu, lalu kau menangis. Padahal belum ada satu
menit kau tertawa riang dengan seorang temanmu. Sejak saat itu aku jadi tahu,
kalau kau menyembunyikan kesediahannmu dengan guyonan hangat di tengah
teman-teman dan murid-muridmu. Namun bagiku, kau tetap mentariku. Aku janji aku
tak akan bilang pada siapapun tentang tangisan dalam kesendirianmu atau tawa
riang berbalut luka dalam.
Ceritanya menarik bu, mungkin bisa lebih menarik lagi jika ada part selanjutnya dari cerita ini.. Di tunggu update nya yaa bu...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus