Kita tahu bahwa tingkat literasi Negara
Indonesia masuk pada peringkat ke-62 dari 72 negara, ini berdasarkan hasil survei
yang dilakukan Progrmme for International
Student Assessment (PISA) pada tahun 2019. Sementara UNESCO di tahun 2015
menyebutkan minat baca orang Indonesia hanya 0,001% artinya 1000 orang Indonesia
hanya satu orang yang gemar membaca.
Membaca merupakan media
penyerapan ilmu pengetahuan, informasi, dan budaya. Tingginya kemampuan membaca
akan mendorong seseorang untuk mengembangkan diri. Masyarakat yang gemar
membaca menunjukan masyarakat yang peduli terhadap ilmu pengetahuan, dan ilmu
pengetahuan merupakan pilar utama dalam kemajuan umat manusia.
Jangan heran jika negara-negara Eropa
maju, karena dalam setahun satu orang dapat membaca 25 buku. Negara Jepang dan
Singapura warganya memampu membaca buku 15-17 buku pertahun. Sedangkan Indonesia
0 buku. Kata Taufik Ismail dalam sebuah audensi dengan komisi X DPR RI tahun 2010,
ini adalah Tragedi. Hal ini menunjukan keprihatinan seorang sastrawan Indonesia
melihat budaya baca kita yang kian jauh dari tradisi membaca.
Kalau kata Milan Kundera, jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan
peradaban hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah. Ini
artinya buku memiliki peran yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup
manusia.
Kalau kita lihat secara saksama,
orang Indonesia belum piawai melahap buku, namun sudah ditambah derasnya arus
teknologi. Belum siapnya masyarakat menghadapi teknologi, sehingga gadget hanya sekadar untuk bermedia
sosial, mencari provokasi, atau nge-games.
Padahal, menghabiskan waktu dengan membaca buku tentu akan lebih bermutu.
Saya khawatir bagaimana nasib
anak-anak zaman sekarang yang disebut ssebagai generasi alfa? Mereka lahir
langsung bersentuhan dengan gadget. Genarasi
alfa tentunya memiliki tantangan yang libih besar. Sebab, semakin canggih suatu
teknologi maka semakin memudahkan manusia untuk melakukan segala sesuatunya. Lalu
bila semuanya sudah serba mudah apa yang akan terjadi nantinya? Bisa jadi, munculah
budaya serba instan, pribadi yang malas, termasuk malas berjuang.
Untuk itulah, saya dan Ibu-ibu Sekar Galan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat yang kami namai dengan TBM Kampung Pelita Buku. Saya berharap kampung kelahiran saya ini menjadi terang benerang dengan membaca buku. Kami juga mendorong masyarakat Kp. Pulo, bukan hanya kalangan anak-anak, tapi juga para pemuda, dan orang tua “Ayo Membaca Buku”.
Benarlah ungkapan A book is your best friend, karena buku punya 1001 cara untuk mewujudkan keingian sahabatnya. Dan kalau mau jadi sahabat buku kita harus benar-benar mencintai buku. Kata Najwa Sihab hanya butuh satu buku untuk jatuh cinta pada membaca.
Alhamdulillah upaya untuk
mewujudkan kampung literasi dengan mendirikan TBM Kampung Pelita Buku didukung
oleh YBM PLN UIP2B JAMALI. Di bulan Februari lalu kami mendapatkan donasi
sebesar Rp 12.000.000 untuk membangun sarana dan prasarana TBM Kampung Pelita
Buku.
Dan tepatnya pada hari ini, 19
Maret 2022 diadakan peresmian ruang baca TBM. Acara yang dimulai pada pukul
09.00 dihadiri oleh Beberapa pengurus YBM PLN , ketua RW 09 Bapak Sainan Adul,
Ketua RT 03 Bapak Slamet Widodo, dan Ketua Sekar Galan Ibu Hj. Tukiyah.
Acara ini selain meresmikan ruang
TBM yang berukuran 4x2 m2, juga tebar 50 paket sembako YBM PLN UIP2B JAMALI bagi
keluarga prasejahtera di lingkungan Rt 03/09. Alhamdulillah acara dapat
berjalan dengan lancar.
Setelah peremian ruang TBM kami
akan berfokus pada program-progam untuk menumbuhkan minat baca warga Kampung
Pulo. Agar cita-cita kami mewujudkan waga gemar membaca dapat terwujud. Tentunya
dengan izin Allah.
#SalamLiterasi
#TBMKampungPelitaBuku
#PeresmianRuangTBM
#cintabuku
#cintabaca
Posting Komentar